Rindu Kegelapan
Oleh Endik Koeswoyo
Masihkah tersisa sebatang rokok untuk kuhisap malam ini? Untuk menemaniku menanti kedatangan bidari cantik pembawa salam dari jauh, dari seseorang yang kini telah pergi…
Sudah terlalu lama aku tidak mendengar teriakan lantang darimu, sudah lama pula aku berdiri disini, ditempatmu biasa bersamaku. Mungkin kamu telah lupa janji kita dulu, mungkin pula kamu telah mempunyai teman baru. Sering kita menatap bintang bersama, sering pula kita menari saat bulan tertutup awan. Menemanimu dalam sepi dan mendengar ceritamu tentang panen tiba, tentang nyanyian asing diantara bekas luka-luka yang masih berarah. Tentang pertempuran di Soerabaja, tentang sepenggal kisah bantuan dari barat, juga tentang uang rakyat yang masih bertuliskan ‘dai nippon teiko seiuhu’. Tentang dentuman meriam dan pekik merdeka masa perjuangan. Juga tentang gadis cantik berbaju putih yang selalu kau ceritakan sebelum pagi tiba.
Dimana bendera kebanggaanmu, kucari-cari setiap saat tapi tidak pernah kutemukan? Dimana kotak senjatamu? Masih ingatkah kamu tentang ledakan dasyat saat Jembatan Merah hancur? Masih ingatkah kamu tentang perebutan bendera di hotel Yamato?
Sudah bosankah kamu dengan canda kita tentang persetubuhan diantara gerimis, dibawah atap alang-alang ditengah sawahnya ‘kang Karto’? Mungkin kini kamu mempunyai kekasih baru, kekasih idaman yang menemani setiap langkahmu. Atau barangkali terlalu dalam aku menggali kuburmu? Sehingga tidak pernah mengirim berita padaku. Sudahkah kau menemukan keadilan didalam sana? Merdukah dendangan peri-peri cantik itu? Bila malam tiba, apakah kamu masih suka menulis surat cinta?
Menatap langit gelap tidak seindah dulu saat kita selalu bersama, berdendang rasanya tidak semerdu saat kamu mengajariku dulu. Mau kah kamu menjemputku nanti? Ya…saat aku mati nanti, aku ingin selalu bersama denganmu, mungkin kita bisa mengulang kisah setengah abad lalu, tentang ikat kepala putih dan bambu runcing, juga tentang kucing hitam yang kamu takuti. Masih bisakah kita merebus singkong dan memakannya dengan sambal saat hujan tiba.
Sobat…sepertinya aku rindu kegelapan, disini tidak ada seorangpun yang mau menjadi temanku, semua telah berubah, semua telah berubah menjadi indah, tidak ada lagi deru tank-tank sekutu, tidak ada lagi senjata-senjata berat, tidak ada lagi dentuman meriam seperti dulu. Bahkan tidak ada lagi persahabatan yang indah. Tapi aku sangat esepian, aku tidak punya teman, semua lupa akan amis darah kita yang tercecer diantara rerumputan. Semua lupa akan bambu runcing yang menjadi teman tidur kita, semua sudah dilupakan. Berganti keangkuhan dan senyum sinis para penguasa. Pekik merdeka kita dulu, kini telah berganti menjadi teriakan pengobral janji. Menjadi garis mimpi diantara letihnya manusia-manusia tua yang tersisa, menjadi batas bayangan dari perempuan-perempuan tua yang kehilangan suaminya. Menjadi bunga tidur anak-anak yang bangga pada bapaknya yang katanya ‘Pejuang’.
Posting Komentar untuk "Rindu Kegelapan"
Terimakasih Sudah Bersedia Membaca, tuliskan komentar anda dan saya akan berkunjung ke blog anda...