UNIVERSITAS BUNG KARNO
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
TUGAS
ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI
PADA MASA PEMERINTAHAN
PREDISEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Disusun Oleh:
Nama: Endik
Kuswoyo
Nim: 1201130057
Nama: Firdaus
Fauzi
Nim: 1201130054
Konsentrasi: Ilmu
Politik
Untuk Memenuhi
Tugas:
Mata Kuliah: Politik
Luar Negeri Indonesia
Dosen: Hotrun
Siregar, S.Sos., M.Si
Program Studi Ilmu
Politik
Jakarta
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebijakan
luar negeri suatu negara, yang juga disebut kebijakan hubungan internasional,
adalah serangkaian sasaran yang menjelaskan bagaimana suatu negara berinteraksi
dengan negara lain di bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan militer;
serta dalam tingkatan yang lebih rendah juga mengenai bagaimana negara
berinteraksi dengan organisasi-organisasi non-negara. Interaksi tersebut
dievaluasi dan dimonitor dalam usaha untuk memaksimalkan berbagai manfaat yang
dapat diperoleh dari kerjasama multilateral internasional. Kebijakan luar
negeri dirancang untuk membantu melindungi kepentingan nasional, keamanan
nasional, tujuan ideologis, dan kemakmuran ekonomi suatu negara. Hal ini dapat
terjadi sebagai hasil dari kerjasama secara damai dengan bangsa lain, atau
melalui eksploitasi.
Biasanya,
tugas menciptakan kebijakan luar negeri adalah wewenang kepala pemerintahan dan
menteri luar negeri (atau jabatan yang setara). Di beberapa negara, lembaga
legislatif juga memiliki hak pengawasan yang cukup. Terdapat pengecualian,
misalnya di Perancis dan Finlandia, dimana kepala negara adalah yang
bertanggung-jawab atas kebijakan luar negeri, sementara kepala pemerintahan
bertanggung-jawab terutama pada hal yang berkaitan dengan kebijakan internal.
Di Indonesia dan juga di Amerika Serikat, kepala negara (yaitu Presiden) juga
berfungsi sebagai kepala pemerintahan[1].
Susilo
Bambang Yudhoyono yang biasa disebut SBY, dilantik sebagai presiden keenam
Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY juga merupakan presiden
Indonesia yang pertama kali berhasil melaksanakan masa pemerintahannya secara
penuh di masa reformasi ini. Pada masa pemerintahan SBY ini terdapat beberapa
kondisi dan kebijakan yang ditempuh baik
dalam bidang ideologi, politik, ketahanan dan keamanan, ekonomi, sosial, maupun
budaya.
Terpilihnya
Susilo Bambang Yudhoyono atau yang terkenal dengan sebutan SBY, telah membuat
babak baru dalam perjalanan sejarah Indonesia. Beliau dilantik sebagai presiden
keenam Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004 bersama wapresnya Jusuf
Kalla yang kemudian kembali terpilih di Pemilu 2009 bersama wapresnya Boediono.
Bersama dengan pasangannya, SBY memiliki komitmen untuk tetap melaksanakan
agenda reformasi. Program pertama pemerintahan SBY-JK dikenal dengan program
100 hari. Program ini bertujuan memperbaiki sitem ekonomi yang sangat
memberatkan rakyat Indonesia, memperbaiki kinerja pemerintahan dari unsur KKN,
serta mewujudkan keadilan dan demokratisasi melalui kepolisian dan kejaksaan
agung.
Langkah
tersebut disambut baik oleh masyarakat. Secara umum SBY-JK melakukan
pemeriksaan kepada pejabat yang diduga korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) diberi kebebasan oleh presiden melakukan audit dan pemberantasan korupsi.
Hasilnya telah terjadi pemeriksaan tersangka korupsi dan pejabat pemerintahan sebanyak
31 orang selama 100 hari. Artinya SBY-JK sungguh memilki komitmen dalam upaya
pemberantasan korupsi. Namun demikian, masih banyak hal yang harus dievaluasi.
B.
Rumusan Masalah
· Siapakah
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)?
· Bagaimana
kondisi dan kebijakan SBY?
· Kelebihan
dan kelemahan pemerintahan SBY?
C.
Tujuan
· Mengetahui
siapa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
· Menjelaskan
masa pemerintahan SBY
· Menjelaskan
kondisi dan kebijakan SBY
· Menjelaskan
kelebihan dan kelemahan SBY
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profil Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Jend. TNI (
Purn.) Dr. H.
Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di
Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949; umur
62 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad
Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004. Ia berhasil melanjutkan
pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden
2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sehingga, sejak era reformasi
dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang
menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk
periode kedua. Yudhoyono yang dipanggil
“Sus” oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan “SBY”, melewatkan sebagian
masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer.
Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono[2].
Karier
militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai
Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999 dan tampil sebagai salah
seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono
adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Pada Pemilu
Presiden 2004, keunggulan suaranya dari Presiden Megawati Soekarnoputri
membuatnya menjadi presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung
oleh rakyat Indonesia. Hal ini dimungkinkan setelah melalui amandemen UUD 1945.
Dalam kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herrawati yang
merupakan anak perempuan ketiga Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo (alm),
komandan RPKAD (kini Kopassus) yang turut membantu menumpas Partai Komunis
Indonesia (PKI) pada tahun1965.
B. Kebijakan Politik Luar Negeri
Susilo Bambang Yudhoyono
SBY
berusaha memantapkan politik luar negeri Indonesia dengan cara meningkatkan
kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam
rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Baru-baru ini Indonesia berani
mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB yang bersikap abstain ketika semua negara lainnya memberikan dukungan untuk
memberi sanksi pada Iran.
SBY
telah berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan
menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada masa pemerintahannya,
antara lain dengan Jepang. Perubahan-perubahan global pun dijadikannya sebagai
peluang. Politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan
dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua
karang’. Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk
menjembatani pihak-pihak yang sedang bermasalah.
Ciri politik luar negeri Indonesia
pada masa pemerintahan SBY, yaitu :
1. Terbentuknya
kemitraan-kemitraan strategis dengan negara-negara lain (Jepang, China, India,
dll).
2. Terdapat
kemampuan beradaptasi Indonesia terhadap perubahan-perubahan domestik dan
perubahan-perubahan yang terjadi di luar
negeri (internasional).
3. Bersifat
pragmatis kreatif dan oportunis, artinya Indonesia mencoba menjalin hubungan
dengan siapa saja (baik negara, organisasi internasional, ataupun perusahaan
multinasional) yang bersedia membantu Indonesia dan menguntungkan pihak
Indonesia.
4. Konsep
TRUST, yaitu membangun kepercayaan terhadap dunia Internasional.
Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST adalah unity, harmony, security, leadership,
prosperity. Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST inilah yang menjadi sasaran
politik luar negeri Indonesia di tahun 2008 dan selanjutnya.
Dalam
hal pelestarian budaya, di masa pemerintahan SBY terlihat jelas kemundurannya.
Terutama dengan banyaknya warisan budaya asli Indonesia yang diklaim oleh
pemerintah negara lain. Contohnya sebagai berikut[3] :
1. Klaim
Batik Jawa Oleh Adidas
2. Klaim
Angklung oleh Pemerintah Malaysia
3. Klaim
Gamelan oleh Pemerintah Malaysia
4. Badik
Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
5. Naskah
Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
6. Naskah
Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
7. Naskah
Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
8. Naskah
Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
9. Rendang
dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
10. Sambal
Bajak dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Belanda
11. Sambal
Petai dari Riau oleh Oknum WN Belanda
12. Sambal
Nanas dari Riau oleh Oknum WN Belanda
13. Tempe
dari Jawa oleh Beberapa Perusahaan Asing
14. Lagu
Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
15. Tari
Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
16. Lagu
Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
17. Lagu
Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
18. Tari
Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
19. Tari
Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
20. Lagu
Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
21. Lagu
Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
22. Kursi
Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah
23. Pigura
Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah
24. Motif
Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
25. Desain
Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali oleh Oknum WN Amerika
26. Produk
Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh Shiseido Co Ltd
27. Badik
Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
28. Kopi
Gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda
29. Kopi
Toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang
30. Musik
Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
31. Kain
Ulos oleh Malaysia
32. Lagu
Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
33. Tari
Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia
34. Namun
di masa ini, terdapat keberhasilan dengan pengakuan dari UNESCO bahwa batik
Indonesia adalah warisan budaya Indonesia.
RAPOR MERAH KEBIJAKAN POLITIK LUAR
NEGERI SBY
Indonesia
sangat aktif mengikuti berbagai forum-forum kerjasama internasional baik dalam
G20, APEC, WTO, maupun ASEAN. Namun, keterlibatan tersebut masih belum mampu
memenangkan kepentingan nasional. Bahkan, kebijakan luar negeri yang
dikomitmenkan oleh SBY lebih banyak membawa kerugian bagi Indonesia baik dari
sisi kerjasama ekonomi, politik, dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Forum
Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Luar Negeri (Indonesia Civil Society Forum for
Foreign Policy) mencatat kegagalan kebijakan luar negeri SBY meliputi[4]:
Ø Gagal
melindungi buruh migran. Kebijakan politik luar negeri pemerintahan SBY tidak
berhasil melindungi buruh migran Indonesia yang tersebar di berbagai negara.
Migrant Care mencatat sepanjang 2013 setidaknya ada 398.270 kasus yang menimpa
buruh migran di berbagai negara tujuan. Para korban mayoritas perempuan yang
bekerja di sektor rumah tangga, khususnya yang bekerja di Malaysia dan Arab
Saudi. Pada tahun 2013, Migrant Care juga mencatat 265 tenaga kerja Indonesia
terancam hukuman mati di luar negeri. Sepanjang 10 tahun masa pemerintahan SBY,
ada tiga buruh migran Indonesia (Yanti Iriayanti, Agus Damnsiri dan Ruyati)
dieksekusi mati tanpa pembelaan yang berarti.
Ø Pemenuhan
pangan bergantung impor. Indonesia menjadi negara yang pangannya bergantung
pada impor. BPS mencatat Indonesia mengimpor 472,7 miliar ton beras di tahun
2013. Sementara harga beras eceran semakin mahal. Pada bulan Februari 2014
harga beras mencapari Rp 11.389 per kilo dari Rp 10.819 per kilo di Februari
2013. Kedelai lebih parah lagi di mana sekitar 70% dari kebutuhan di dalam
negeri harus impor. Tercatat sebagian besar produk pangan harus didatangkan
melalui impor. Ini menunjukkan kegagalan diplomasi Indonesia di bidang
perdagangan dan kedaulatan pangan.
Ø Ekspor
berbasis eksploitasi sumber daya alam. Melalui dokumen RPJMN 2015-2019,
strategi pembangunan masih menyandarkan pembangunan disektor sumberdaya alam.
Untuk menopang hal tersebut dibangun rancangan induk pembangunan MP3EI. Desain
MP3EI bukan hanya melestarikan dan memperluas pemberian konsesi-konsesi skala
besar untuk produksi komoditas global tersebut, melainkan juga memperdalamnya
melalui kebijakan pengolahan komoditas hingga ke tingkat hilir, atau biasa
disebut dalam dokumen MP3EI sebagai hilirisasi. Dengan kebijakan hilirisasi
semacam ini artinya negara secara lebih lanjut memperluas pembentukan
kawasan-kawasan ekonomi atau kawasan industri.
Ø Investasi
lebih berpihak kepada korporasi ketimbang publik. Indikatornya meliputi pertama
meskipun investasi asing naik dari 2011 hingga 2013, namun penyerapan kerja
malah menurun. Sementara investasi lebih bertumpu pada sektor jasa seperti
sektor keuangan, komunikasi, dan telekomunikasi dibanding sektor padat karya.
Kedua, bertumpu pada swasta melalui skema PPP (Public Private Partnership).
Indonesia gencar mengusulkan investasi swasta untuk pembangunan infrastruktur
menggunakan skema pembiayaan PPP (Public Private Partnership) yang lebih
menguntungkan swasta dibanding publik. Contohnya dalam pembangunan PLTU Batang
yang menggunakan skema PPP diwarnai protes masyarakat pemilik lahan dan
nelayan, namun tetap saja pemerintah memaksa PLTU tetap dibangun. Pola ini
memperlihatkan bahwa arah politik investasi Indonesia memiliki kepatuhan yang
dalam terhadap policy driving yang didesain oleh lembaga keuangan internasional
tanpa mempertimbangan dimensi konstitusi.
Ø Diplomasi
perubahan iklim minim implementasi di dalam negeri. Komitmen Pemerintah SBY
untuk menurunkan emisi karbon hingga 20% hanyalah isapan jempol belaka. Meski
mendapatkan apresiasi negara lain di luar negeri namun tidak begitu kenyataan
di dalam negeri. Mengingat sejak Pemerintah SBY, Indonesia tak pernah
menunjukkan upaya serius untuk menghentikan laju deforestasi. Melainkan terus
menerus mengeluarkan kebijakan konversi hutan alam. Bukti nyata antara lain
seperti mengeluarkan 20 izin RKT seluas ratusan ribu hektar diatas hutan alam
di propinsi Riau pada tahun 2008 untuk mendukung kebutahan kayu industri bubur
kertas dan terus akan mengembangkan perkebunan monokultur seluas 12,9 juta
hektar di 12 wilayah untuk mendukung program penggunaan bahan bakar minyak
nabati di Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan tujuan pemerintah untuk terus
meningkatkan produksi CPO sebesar 40 juta ton pada tahun 2020 untuk mendukung
kebutuhan eksport sebesar 60% dan sisanya untuk kebutuhan energi, pangan dan
lain sebagainya. Padahal sebagaimana yang kita ketahui setiap satu ton CPO akan
menghasilkan dua ton CO2(Wetlands International, 2006). Kebijakan untuk terus
mengkonversi hutan alam tentu saja bertentangan dengan apa yang menjadi
perhatian bersama negara-negara di dunia untuk segera mengurangi emisi dari
sector kehutanan dan perkebunan pada tahun 2020.
Ø Ekstraktif
Industri dan Tunduknya Negara Terhadap Korporasi Raksasa dan Multinasional.
Negara memberikan dan memperluas konsesi skala besar untuk produksi komoditas
global kepada korporasi-korporasi raksasa di bidang pertambangan, perkebunan
dan kehutanan untuk memproduksi beragam komoditas global atau komoditas
keperluan ekspor. Model semacam ini sebenarnya telah berjalan sejak masa
kolonial.
‒
Pada wilayah hutan, misalnya, negara memberikan konsesi-konsesi yang berupa Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan Hutan untuk Tanaman Industri
(HPHTI), yang merupakan dua bentuk konsesi kehutanan terutama untuk ekstrasi
kayu. Hingga tahun 2005, luas areal konsesi kehutanan yang tersisa sekitar 28
juta hektar yang dikuasai hanya oleh 285 unit. Dengan lain kata, setiap unit menguasai
sekitar 98.000 hektar lahan. Negara secara terbuka dengan skema investasi
memberikan keleluasaan bagi rejim perdagangan untuk memutar stagnasi finansial
ke berbagai sektor di Indonesia. Pencabutan izin HPH tahun 2004 dan berganti
dengan IUPHHK Hutan Alam tahun 2006 seluas 4,1 juta hektar. Pada tahun 2012
melonjak lebih dari 5 kali lipat menjadi 20,2 juta hektar melalui 313 izin.
‒
Sementara, untuk Konsesi Pertambangan negara memberikan sejumlah ijin yang
berupaKontak Karya (KK), Kuasa Pertambangan (KP), atau Izin Usaha Pertambangan
bagi beroperasinya industri tambang skala besar. Hingga tahun 1999 saja,
Departemen Pertambangan mengalokasikan sekitar 264,7 juta hektar lahan untuk
555 perusahaan pertambangan, baik perusahaan dalam negeri (swasta dan BUMN) dan
perusahaan asing, untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi barang tambang.
Dengan kata lain, rata-rata setiap perusahaan menguasai sekitar 0,5 juta hektar
tanah melalui izin konsesi pertambangan.
‒
Untuk usaha perkebunan, negara memberikan Hak Guna Usaha (HGU) atau Izin Usaha
Perkebunan untuk berbagai macam usaha perkebunan (Bachriadi dan Wiradi 2011:
12-14). Data tahun 2013 saja, misalnya, mencatat lebih dari 13,5 juta hektar
diperuntukkan hanya untuk perkebunan sawit. Lebih dari separuhnya adalah
perkebunan milik koorporasi asing, domestik, maupun perusahaan negara. Dalam
waktu 6 tahun terakhir juga terjadi peningkatan pemberian izin terhadap HTI
lebih dari 2 kali lipat dari 108 izin seluas 3,5 juta hektar menjadi 221 izin
dengan total luas 8,8 juta hektar. Dimana terjadi peningkatan pengeluaran izin
penebangan hutan alam seluas 16 juta hektar dalam waktu 6 tahun atau rata rata
diatas 3,7 juta hektar setiap tahun. Pengeluaran izin ini sangat kuat kaitannya
dengan perhelatan politik dimana terjadi lonjakan pengeluaran izin pada tahun
2009 pada IUPHHK-HA 44 izin dan 34 izin pada IUPHHK-HTI dengan luas 4,7 juta
hektar.
Ø Transparansi
dan akuntabilitas sektor sumberdaya alam dan ekstraktif masih jauh dari
harapan. KPK pernah mengingatkan korupsi di sektor minyak bumi dan gas
merupakan yang terbesar. Selain itu, data hasil tim koordinasi dan supervisi
KPK di sektor mineral dan batubara menyebutkan potensi kerugian Negara mencapai
Rp 35,6 triliun. Pemerintahan SBY ternyata tidak mampu menciptakan perbaikan yang
signifikan dalam proses tata kelola sektor migas dan minerba. Sejumlah
pekerjaan rumah masih disisakan oleh SBY, seperti renegosiasi kontrak
tambang-migas, pengurangan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak
bertanggungjawab, maraknya praktek rente disektor migas dan minerba.
Pemerintahan SBY juga tidak mampumemrpendek rente perdagangan minyak mentah
untuk efisiensi dan kebutuhan domestik.
Ø Ketiadaan
komitmen pemerintah dalam mendorong penghormatan standar HAM dan perlindungan
buruh anak pada rantai pasokan barang dan jasa. Indonesia telah memiliki UU No.
13 tahun 2007 mengenai pekerja anak. Aturan ini menyatakan bahwa pengusaha
dilarang mempekerjakan anak, namun pada bagian lain undang-undang ini
menyatakan pengecualian bagi anak yang berumur 13 ( tiga belas ) tahun sampai
dengan 15 ( lima belas ) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial. Ketidaktegasan
ini berimplikasi pada lemahnya penegakan aturan, inspeksi dan monitoring untuk
mengidentifikasi, melaporkan dan mengatasi masalah pekerja anak pada setiap
tahapan dan mata rantai produksi berbagai perusahaan tersebut. Berdasarkan data
dari Survei Tenaga Kerja Nasional (2010), terdapat sekitar 4,7 juta anak
berusia 10 – 17 tahun yang aktif secara ekonomi. Dan dari total jumlah pekerja
anak tersebut, sekitar 3.4 juta anak diserap oleh pasar sebagai pekerja.
Besarnya pasar yang ada di Indonesia sebagai implikasi dari globalisasi menjadi
salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya eksploitasi ekonomi pada anak
di setiap tahapan dan mata rantai produksi
Ø Tidak
mampu menangani pelarian dan penghindaran pajak. Sedikitnya ada Rp 500 triliun
potensi pajak yang hilang akibat berlindung di surga pajak (tax havens).
Menurut Studi INFID dan Perkumpulan Prakarsa mencatat ada Rp 3.600 triliun aset
orang-orang superkaya yang belum dikenai pajak akibat penghindaran pajak.
Pemerintah Indonesia masih sangat enggan menjadi bagian dari komitmen
internasional untuk memerangi kejahatan perpajakan lintas negara.
Ø Diplomasi
Kerjasama Ekonomi yang semakin mendorong liberalisasi dan merugikan petani,
nelayan, buruh, perempuan, dan usaha rakyat kecil. Bukti nyata adalah ketika
Indonesia menjadi Tuan Rumah KTM 9 WTO tahun 2013. Saat itu, pilihan strategi
diplomasi SBY lebih memfasilitasi kepentingan korporasi dalam agenda Trade
Facilitation dibandingkan mempertahankan kepentingan petani dalam proposal
pertanian yang hendak menghapus pembatasan subsidi untuk petani.
Kegagalan
demi kegagalan ini memperlihatkan bahwa klaim keberhasilan peran diplomasi
Indonesia yang ditunjukkan dalam keaktifan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di
forum internasional adalah klaim yang semu dan tidak mendasar karena tidak
mendatangkan manfaat bagi rakyat Indonesia.
Memang
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selalu bangga menjadi Cho-Chair dalam High
Level Panel of Eminent Person of Post-2015 Development Agenda, Ketua ASEAN di
tahun 2011, Ketua APEC di tahun 2013 dan Tuan Rumah KTM WTO 2013 serta secara
reguler menyelenggarakan dialog demokrasi di Bali (Bali Democracy Forum) sejak
2008, namun tampaknya sederetan catatan itu tak lebih dari upaya pencitraan.
Dalam
mekanisme UN, Indonesia juga menjadi anggota berbagai mekanisme HAM PBB dan
menjadi peratifikasi Konvensi PBB, namun tak pernah mampu memaksimalkan dan
memanfaatkannya untuk penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Bahkan dalam
rekomendasi UPR dan Komite Hak Sipil Politik dan Hak Ekonomi Sosial Budaya PBB,
Indonesia masih menanggung banyak utang penegakan HAM yang belum tuntas.
Ironi
terakhir terlihat di Bali Democracy Forum yang digelar 10-12 Oktober 2014,
forum yang membicarakan masa depan demokrasi global ini digelar pada saat
demokrasi di Indonesia berada dalam ancaman setelah UU Pilkada mengakhiri era
pilkada langsung yang demokratis. Akibat kondisi tersebut, masyarakat harus
menanggung beban yang teramat berat. Harga pangan melonjak, lapangan kerja
terbatas, bencana akibat rusaknya alam, ketimpangan yang kian meningkat, hingga
kekerasan terhadap perempuan meningkat baik di rumah tangga maupun di tempat
kerja.
Oleh
karena itu masyarakat sipil Indonesia meminta pemerintahan Jokowi-JK untuk
tidak mengulang kebijakan yang sama. Kebijakan politik luar negeri hendaknya
mencerminkan kepentingan nasional yaitu mendorong keadilan sosial dan
mensejahterakan rakyat, serta berperan aktif dalam menjaga perdamaian dan
ketertiban dunia.
C. Kelebihan dan Kelemahan
Pemerintahan SBY
Kelebihan
· Harga
BBM diturunkan hingga 3 kali (2008-2009), pertama kali sepanjang sejarah.
· Perekonomian
terus tumbuh di atas 6% pada tahun 2007 dan 2008, tertinggi setelah orde baru.
· Cadangan
devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
· Menurunnya
Rasio hutang negara terhadap PDB terus turun dari 56% pada tahun 2004 menjadi
34% pada tahun 2008.
· Pelunasan
utang IMF.
· Terlaksananya
program-program pro-rakyat seperti: BLT, BOS, Beasiswa, JAMKESMAS, PNPM
Mandiri, dan KUR tanpa agunan tambahan yang secara otomatis dapat memperbaiki
tinggkat ekonomi rakyat.
· Pemberantasan
korupsi.
· Pengangguran
terus menurun. 9,9% pada tahun 2004 menjadi 8,5% pada tahun 2008.
· Menurunnya
angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4% pada tahun 2008.
· Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia
pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
· perekonomian
Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial
yang terjadi di zona Eropa.
Kelemahan
· Harga
BBM termahal sepanjang sejarah indonesia yaitu mencapai Rp. 6.000.
· Jumlah
utang negara tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapi 1667 Triliun pada awal
tahun 2009 atau 1700 triliun per 31 Maret 2009. Inilah pembengkakan utang
terbesar sepanjang sejarah.
· tingkat
pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15%
pada tahun 2006 .menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber
daya public.
· Konsentrasi
pembangunan di awal pemerintahannya hanya banyak berpusat di aceh, karena
provinsi aceh telah di porak porandakan oleh bencana alam stunami pada tahun
2004.
· Masih
gagal nya pemerintah menghapuskan angka pengangguran dan kemiskinan di negeri
ini.
· Bencana
alam yang sering terjadi di indonesia membuat para investor asing enggan
berinvestasi dengan alasan tidak aman terhadap ancaman bencana alam.
· Dianggap
belum mampu menyelesaikan masalah bank CENTURY.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi banyak kemajuan di
berbagai bidang. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan kebebasan
berpendapat. Namun, terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat
kesuksesan suatu pemerintahan hanya dengan satu pandangan. Kita harus memandang
dari berbagai sisi. Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa Orde Baru,
memang dalam beberapa bidang terlihat kemunduran. Tetapi bisa saja hal ini
dikarenakan pada masa Orde Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian buruk
pada Orde Baru tidak terlihat. Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,
musyawarah mufakat diutamakan. Sehingga pengambilan kebijakan terkesan lambat.
Meski begitu, musyawarah mufakat ini dilakukan untuk kepentingan bersama.
Sehingga dapat dikatakan, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah
cukup berkembang dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam hal demokrasi.
B. Saran
Kami
menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil.
Karena dari pengamatan kami, rakyat kecil kurang diperhatikan pemerintah. Meski laju perekonomian Indonesia berkembang
pesat, namun perkembangan itu hanya menguntungkan golongan menengah keatas dan
merugikan rakyat kecil sehingga kesenjangan sosial semakin membentang lebar.
Kami
juga menyarankan bagi segenap masyarakat Indonesia untuk turut berpartisipasi
dalam pemerintahan dengan memberikan masukan, kritikan, dan dukungan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
BUKU
ü Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila, Penerbit Paradigma
Yogyakarta, 2004
ü Soekarno,
Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung
Karno (bagian 1) PT. Dela Rohita 1978
ü Sastrosatomo, Soebadio,
‘Soekarno Adalah Indonesia, Indonesia
Adalah Soekarno’ Penerbit Pusat Dokumentasi Politik "Guntur 49"
ü Rosady Ruslan,
S.H., Manajement Humas dan Manajement
Komunikasi (Konsepsi dan Aplikasi), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2001
ü Bonar, SK., Drs., Hubungan Masyarakat Modern, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 1993
ü Devito, Joseph A.,
Komunikasi Antar Manusia, Profesional
Book, Jakarta, 1996
ü Mustopo Habib M., Ilmu Budaya Dasar, Usaha Nasional,
Surabaya, 1988
ü Gunadi, YS., System Sosial dan Budaya Indonesia,
Univ. Prof. DR. Moestopo, Jakarta 2005
2.
INTERNET
ü http://maslanpaloh.blogspot.com/2012/09/pemerintahan-dari-presiden-pertama.
html (Kamis,12 Deesember 2013)
ü http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=5805*
ü (Kamis,
12 Desember 2013)
ü http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/sejarah-12-masa-pemerintahan-sby-makalah
(Kamis, 12 Desember 2013)
ü http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2013/02/26/8787.html
ü Wikipedia
http://id.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono (diakses pada Senin 1
Desember 2014)
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_luar_negeri (diakses pada Senin, 1 Desember 2014)
[2] Wikipedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono (diakses pada Senin 1
Desember 2014)
[3] http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/sejarah-12-masa-pemerintahan-sby-makalah
(diakses pada hari Kamis, 12 Desember 2013)
[4] Siaran
Pers : Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Kebijakan Luar Negeri . Jakarta,
12 Oktober 2014. Catatan Forum Masyarakat
Sipil Indonesia untuk Kebijakan Luar Negeri (ICFP)
Posting Komentar untuk "ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI PADA MASA PEMERINTAHAN PREDISEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO"
Terimakasih Sudah Bersedia Membaca, tuliskan komentar anda dan saya akan berkunjung ke blog anda...