Lebaran Kali Ini

Lebaran Kali Ini


Pagi telah menjalar, pelan namun pasti menghantarkan matahari yang sedari sudah memancarkan cahaya kekuningan semu jingga di ujung timur. Di ujung timur, terhalang gedung megah bangunan sebuah mall mewah dengan deretan mobil. Bukan sebuah bukit indah dengan hamparan sawah nan hijau. Tubuh letihku seperti muak dengan udara dingin yang menusuk. Kedua mataku masih belum terbuka benar. Rasa kantuk itu menjadi raja dalam mimpi yang kurang sempurna, mimpi yang tidak aku harapkan.
Kemerdekaanku seakan terjajah ketika mata ini harus kubuka dengan paksa. Nyawaku masih menghilang setengahnya entah kemana. Terbawa mimpi yang kurang sempurna tadi barangkali. Ada jenuh yang muncul tiba-tiba. Ada letih yang merajuk dari sumsum hingga ke ujung rambut dan juga bulu-bulu kaki. Namun ini sudah menjadi rutinitas. Ini tanggung jawab dan aku memang harus bangun pagi. Bangun pagi, terkadang menjadi kata yang begitu menjemukan dan bahkan memuakkan. Siapa otangnya yang suka tidurnya di kendalikan jam weker?
Sprti cahaya sonar memebus batas lautan. Cumi, Hiu dan Paus mungkin juga letik berenang hilir mudik. Tapi itulah manusia. “Urip iki ngakloni, hidup itu melakukan. Jika tidak melakakukan maka kita tidak bisa menjadi apa-apa dan tidak akan jadi siapa-siapa. Ada gelisah dari perempuan tua ketika malam semakin larut. Besok lebaran, tapi belum sehelai bajupun yang di belikan untuk anak-anaknya tercinta. Sang Ayah belum juga kunjung datang membawa banyak uang. Masih sama, menunggu kehadirannya. Pada sudut yang lain, ada gelisah akan seorang pemuda yang resah. Mudik kemana Lebaran kali ini? Belum di temukan tambatan hatinya. Belum di temukan kisah cintanya. Tidak ada yang menunggunya, tidak punya mengharap kepulangannya.


***

Langit pagi kembali menyapa. Menyapa dengan mesra. Ini memang cinta. Dan sekali lagi ini memang cinta. Cinta yang selalu di cari oleh setiap umat.
“Maukah engkau menikah denganku wahai wanita setengah soleha?”
“Tidak!”
“Kenapa?”
“Karena instingku mengatakan itu,”
“Kenapa?”
“Karena ada banyak hal yang belum bisa aku jelaskan,”
“Kenapa?”
“Karena aku belum bisa menjawabnya,”

Langit-langit kamar terdiam membisu. Sebush lukisen besar tidak juag emmberi saran atas sebuah kalimat yang belum terjawab. Besok lebaran, aku ingin sujud di tabah telapak kaki ibu, dengan senyum bangga dan memperkenalkanmu kepadanya. Bseok lebaran, aku ingin berkunjung ke rumah Ayah dengan engkau di sampingku. Bukan aku dating sendiri seprti yang sudah-sudah.
“Apakah tidak ada kalimat lain? Belum mungkin? Tidak itu berarti selamanya tidak! Belum berarti mungkin suatu kali nanti iya!”
“Entahlah, seprtinya 90% tidak bisa menikah denganmu!”
Mendung belum juga turun, udara semakin panas menghimpit tubuh rasah ini. Tapi aku masih tersenyum. Masih ada kalimat yang belum aku temukan dan itu menjadi doa yang akan terjawab sedetik kemudian. Aku berdiri, menunduk menatap kain surban yang tergelak kaku di atas kasur. Aneh. Lalu aku bertanya pada malaikat.
“Mal… Mal… Apakah benar dia bukan jodohku?”
Malaikat menjawab, “Mungkin benar, tapi masih ada kemungkinan 10%.”
Aku kembali bertanya, “Wahai Malaikat…Bagaimana kalau aku mempunyai insting 95% dia adalah jodohku?”
“Mungkin benar dia jodohmu dan masih ada 5% kemunkinan dia bukan jodohmu,” sahut Malaikat pelan namun jelas.
“Baiklah. Terimaksih wahai Malaikat atas jawabanmu,” aku tersenyum.
Selalu ada kekuatan yang akan mengantar sebuah pikiran kepada sebuah kenyataan. Dan ya…. Lebaran kali ini aku tidak pulang. Aku masih menunggu sebuah jawaban. Iya atau tidak atau barangkali masih bisa aku mengajaknya pulang lebaran tahun depan. Malaikat sungguh bijak, memberikan sebuah jawaban yang semuanya dikembalikan kepadaku.
Besok lebaran, aku masih belum pulang. Masih menunggu seikat kembang yang akan kuberikan untuknya, untukmu atau mungkin lebih baik kembang kutaruh di atas pusara nenek terceintaku… Hidup adalah tiada, tiada adalah ada dan kenyataan adalah fiktif dan yang fiktif tekadang menjadi nyata. Pikiran adalah kunci dan kunci adalah pikiran itu sendiri. Gbang itu adalah kamu dan aku mempunyai kunci.
Besok lebaran, Sang Ibu masih gelisah suaminya belum datang. Besok lebaran, aku masih terdiam dengan senyum karena aku juga tidak pulang. Mungkin taun depan, aku masih bisa membawamu pulang untuk aku kenalkan kepaad ibuku. Atau besok engkau mengajakku pulang untuk makan bersama ibumu?



Endik Koeswoyo
Endik Koeswoyo Scriptwriter. Freelance Writer. Indonesian Author. Novel. Buku. Skenario. Film. Tv Program. Blogger. Vlogger. Farmer

3 komentar untuk "Lebaran Kali Ini"

  1. nice share. nice post. semoga bermanfaat bagi

    kita semua :)keep update!
    suspensi mobil

    BalasHapus
  2. Jangan berhenti untuk terus berkarya, semoga

    kesuksesan senantiasa menyertai kita semua.
    keep update!city car

    BalasHapus


  3. terima kasih atas informasinya..
    semoga dapat bermanfaat bagi kita semua :) Syahrini

    BalasHapus

Terimakasih Sudah Bersedia Membaca, tuliskan komentar anda dan saya akan berkunjung ke blog anda...


Endik Koeswoyo

SimpleWordPress

 

SimpleWordPress