CERPEN
Bukan Siti Tapi Nurbaya
Oleh: Endik Koeswoyo
Namanya Nurbaya, tetapi lebih sering dipanggil Siti. Ya, Nurbaya itu gadis cantik dengan kulit putih kekuningan, pas tidak terlalu putih, tidak juga terlalu coklat sawo busuk.
Nurbaya masih duduk di bangku kelas 3 sma, dibilang paling cantik juga enggak, wajahnya pas-pasan, not perfect but limited. Gimana ga limited orang kesukaannya melamun dibawah pohon sawo belakang sekolah, rambutnya yang ngombak bako, panjang tergerai hingga bawah bahunya. Kalau Nurbaya lagi galau, dia suka menyendiri dibawah pohon sawo, rambutnya dibiarkan tergerai. Alamak, lebih mirip kuntilanak ketimbang gadis sma.
Nurbaya anak biasa, tetapi dia naksir cowok super kece, cowok paling diidolakan satu kecamatan, 7 kelurahan 165 RT, si cowok ini bernama Samsul. Cowok ganteng, tajir, baik, sholeh, ngajinya bagus, kalau baca Alquran, Ustad Yusuf Mansur saja kalah bagus tartilnya sama Si Samsul. Namanya Samsul ini nggak pernah ketinggalan sholat, bukan cuman 5 waktu, bagi Samsul sholat wajib itu ada 7 waktu, kok bisa? Jangan-jangan aliran sesat? Enggak kok, dia Islam beneran, Isya' Dzuhur, Ashar, Magrib, Subuh, tambah 2 lagi, tahajud dan Duha. Tuhkan? Jadilah 7 waktu.
Kalau ada cowok ganteng, tajir, baik, pinter, dan sholatnya 7 waktu, wanita manapun pasti termehek-mehek, jangankan Nurbaya, kalau saja Bu Ani lihat Samsul, pastilah Pak Beye bakal digugay cerai.
Pokoknya dari abege paling bahenol, anak sd, smp, sampe Mbah Mijah penjual jamu gendong, semua naksir sama Samsul. Gimana nggak naksir Samsul ini prinsipnya satu, 'dahulukan kepentingan orang lain' cowok idaman banget. Dia rela jalan kaki saat mobil BMW jemputannya penuh sesak oleh temen-temen sekolahnya yang mau nebeng pulang. Gimana ga baik ketika uang jajannya ludes oleh temen-temennya yang minta traktir dan alhasil Samsul sendiri nggak jadi jajan di kantin.
Pun demikian dengan Nurbaya, udah sejak kelas satu dulu dia naksir berat, lebih berat dari Bu Minuk, guru Fisikanya yang kena obesitas itu, pokoknya naksir auper beratlah Nurbaya sama Samsul.
Nurbaya sudah sering mengirimkan surat cinta untuk Samsul, menurut catatan di buku harian milik Nurbaya, Nurbaya sudah kirim sebanyak 753 kali, mungkin dia sudah masuk rekor muri kalau sampai ketahuan Pak Jayasuprana. Rekor seorang gadis yang mengirimkan surat terbanyak pada seorang cowok. Tapi sayang, tak satupun suratnya terbalas.
Selidik punya selidik, kenapa 753 surat Nurbaya tidak terbalas itu karena semua surat itu tidak dikasih nama pengirimnya alis surat bodong tanpa nama dan tanpa alamat pengirim. Kemana Samsul akan mebalasa kalau begitu?
Tapi begitulah cinta, ketika rasa cinta sudah bersemayam dihati, yang ada adalah rasa takut dan rasa malu untuk bicara. Dan hari ini, dibawah pohon sawo dibelakang sekolah, Nurbaya menulia suratnya yang ke 754 buat samsul. Kali ini Nurbaya menuliskan namanya di bawah surat itu. Begini bunyi surat Nurbaya.
"Dear Samsul... Adakah setitik tempat dihatimu untuk aku? Untuk aku bertemu denganmu lewat mimpi-mimpiku, setitik saja aku minta tempat, takperlu kau ukir namaku di hatimu, cukup kau ingat saja bahwa aku ada dan aku pernah ada... Wahai Samsul yang tercipta terlanjur sempurna, aku nurbaya bukan Siti, akulah yang mencintaimu jauh sebelum aku melihatmu, aku sudah jatuh cinta padamu dari kisah tetangga tentang kamu... Injinkan hari ini aku mengatakan, akulah orang yang selalu mengirimkan surat untukmu... Wassalam -- dari aku yang ingin menjadi halal buatmu -- Nurbaya.
Nurbaya menatap suratnya yang sudah selesai 7 jam yang lalu dia tulis. Tetapi Nurbaya belum berani memberikannya ke Samsul. Saat itu Nurbaya hanya melamun. Menimang suratnya, dia masih sangat ragu. "apa mungkin akan dibalas? Sudah hampir 3 tahun aku melihatnya, menjadi teman sekolahnya, tapi sekalipun aku belum pernah berani menyapanya... Ya Allah, berilah aku petunjukMu..."
Nurbaya menyeka air matanya, Nurbaya menunduk perih dan pedih jiwa dan raganya. Galau akut.
"Nur... Kamu ngapain situ?"
Nurbaya kaget, ada suara menyapanya, Nurbaya menoleh. Kaki dan tangannya langsung gemetar, keringat dingin membasahi keteknya, lehernya, keningnya, dan hampir semua tubuhnya berkeringat. Pekat dan tercekat lidah Nurbaya, matanya tak berkedip menatap pada satu arah, Samsul. Ya, Samsul berdiri tak jauh dari Nurbaya, senyum manis.
Nurbaya masih duduk di bangku kelas 3 sma, dibilang paling cantik juga enggak, wajahnya pas-pasan, not perfect but limited. Gimana ga limited orang kesukaannya melamun dibawah pohon sawo belakang sekolah, rambutnya yang ngombak bako, panjang tergerai hingga bawah bahunya. Kalau Nurbaya lagi galau, dia suka menyendiri dibawah pohon sawo, rambutnya dibiarkan tergerai. Alamak, lebih mirip kuntilanak ketimbang gadis sma.
Nurbaya anak biasa, tetapi dia naksir cowok super kece, cowok paling diidolakan satu kecamatan, 7 kelurahan 165 RT, si cowok ini bernama Samsul. Cowok ganteng, tajir, baik, sholeh, ngajinya bagus, kalau baca Alquran, Ustad Yusuf Mansur saja kalah bagus tartilnya sama Si Samsul. Namanya Samsul ini nggak pernah ketinggalan sholat, bukan cuman 5 waktu, bagi Samsul sholat wajib itu ada 7 waktu, kok bisa? Jangan-jangan aliran sesat? Enggak kok, dia Islam beneran, Isya' Dzuhur, Ashar, Magrib, Subuh, tambah 2 lagi, tahajud dan Duha. Tuhkan? Jadilah 7 waktu.
Kalau ada cowok ganteng, tajir, baik, pinter, dan sholatnya 7 waktu, wanita manapun pasti termehek-mehek, jangankan Nurbaya, kalau saja Bu Ani lihat Samsul, pastilah Pak Beye bakal digugay cerai.
Pokoknya dari abege paling bahenol, anak sd, smp, sampe Mbah Mijah penjual jamu gendong, semua naksir sama Samsul. Gimana nggak naksir Samsul ini prinsipnya satu, 'dahulukan kepentingan orang lain' cowok idaman banget. Dia rela jalan kaki saat mobil BMW jemputannya penuh sesak oleh temen-temen sekolahnya yang mau nebeng pulang. Gimana ga baik ketika uang jajannya ludes oleh temen-temennya yang minta traktir dan alhasil Samsul sendiri nggak jadi jajan di kantin.
Pun demikian dengan Nurbaya, udah sejak kelas satu dulu dia naksir berat, lebih berat dari Bu Minuk, guru Fisikanya yang kena obesitas itu, pokoknya naksir auper beratlah Nurbaya sama Samsul.
Nurbaya sudah sering mengirimkan surat cinta untuk Samsul, menurut catatan di buku harian milik Nurbaya, Nurbaya sudah kirim sebanyak 753 kali, mungkin dia sudah masuk rekor muri kalau sampai ketahuan Pak Jayasuprana. Rekor seorang gadis yang mengirimkan surat terbanyak pada seorang cowok. Tapi sayang, tak satupun suratnya terbalas.
Selidik punya selidik, kenapa 753 surat Nurbaya tidak terbalas itu karena semua surat itu tidak dikasih nama pengirimnya alis surat bodong tanpa nama dan tanpa alamat pengirim. Kemana Samsul akan mebalasa kalau begitu?
Tapi begitulah cinta, ketika rasa cinta sudah bersemayam dihati, yang ada adalah rasa takut dan rasa malu untuk bicara. Dan hari ini, dibawah pohon sawo dibelakang sekolah, Nurbaya menulia suratnya yang ke 754 buat samsul. Kali ini Nurbaya menuliskan namanya di bawah surat itu. Begini bunyi surat Nurbaya.
"Dear Samsul... Adakah setitik tempat dihatimu untuk aku? Untuk aku bertemu denganmu lewat mimpi-mimpiku, setitik saja aku minta tempat, takperlu kau ukir namaku di hatimu, cukup kau ingat saja bahwa aku ada dan aku pernah ada... Wahai Samsul yang tercipta terlanjur sempurna, aku nurbaya bukan Siti, akulah yang mencintaimu jauh sebelum aku melihatmu, aku sudah jatuh cinta padamu dari kisah tetangga tentang kamu... Injinkan hari ini aku mengatakan, akulah orang yang selalu mengirimkan surat untukmu... Wassalam -- dari aku yang ingin menjadi halal buatmu -- Nurbaya.
Nurbaya menatap suratnya yang sudah selesai 7 jam yang lalu dia tulis. Tetapi Nurbaya belum berani memberikannya ke Samsul. Saat itu Nurbaya hanya melamun. Menimang suratnya, dia masih sangat ragu. "apa mungkin akan dibalas? Sudah hampir 3 tahun aku melihatnya, menjadi teman sekolahnya, tapi sekalipun aku belum pernah berani menyapanya... Ya Allah, berilah aku petunjukMu..."
Nurbaya menyeka air matanya, Nurbaya menunduk perih dan pedih jiwa dan raganya. Galau akut.
"Nur... Kamu ngapain situ?"
Nurbaya kaget, ada suara menyapanya, Nurbaya menoleh. Kaki dan tangannya langsung gemetar, keringat dingin membasahi keteknya, lehernya, keningnya, dan hampir semua tubuhnya berkeringat. Pekat dan tercekat lidah Nurbaya, matanya tak berkedip menatap pada satu arah, Samsul. Ya, Samsul berdiri tak jauh dari Nurbaya, senyum manis.
Samsul terdiam, mentap Nurbaya yang tiba-tiba saja sudah berlari mengambil langkah seribu sembari menyaka air matanya.
"Nur? Nurbaya?"
Teriakan Samsul takterdengar oleh Nurbaya. Nurbaya sudah berlari, jauh-sejauhnya membawa semua rasa yang hanya dia sendiri yang merasakannya. Nurbaya sudah menghilang, di ujung gang sekolah. Surat cintanya dipegang erat. Samsul menghela nafas panjang.
"Kenapa Nurbaya takpernah mau menemuiku? Apa aku punya salah?"
Samsul balik badan, melangkah menuju ke dalam kelasnya. Hari sudah hampir siang, matahari terik sudah tak lagi hangat seperti pelukan sepasang kekasih dimalam hari.
Samsul menebar senyum, lebih tepatnya membalas semua senyuman yang ditujukan padanya. Bahkan Pak Satpam juga tersenyum, pada Samsul. Samsul memang tampan, memang idola. Semua orang suka padanya.
Langkah Samsul kali ini gontai, wajahnya menuduk, ditekuk tidak cerah seperti biasanya. Ada apa dengan Samsul? Bisa jadi dia lagi jatuh cinta, tapi gadis manakah gerangan yang beruntung mendapatkan cinta pertama Samsul? Hanya Samsul yang tau. Bahkan aku yang menuliskan kisah inipun tak pernah tau Samsul jatuh hati pada siapa sebenarnya.
Kepada Nurbaya kini kita menuju, Nurbaya sekali lagi kaku, beku pada sudut pandangannya yang takpernah ada ujungnya. Nurbaya menepikan tubuhnya, menyatukannya pada sisi dinding pagar, ndepis kata kata orang Jawa, ngumpet, sembunyi dari kenyataan bahwa dia jatuh cinta.
Nurbaya takberani masuk ke dalam kelasnya, dia malu pada dirinya sendiri. Surat cintanya masih dipegang, dia remas lalu dilemparkan begitu saja, hanyut oleh selokan yang airnya tak begitu deras.
"Siti..."
Suara pangilan itu sontak membuat Nurbaya hampir kehilangan jantungnya. Perih sekali Nurbaya, jantung hati tak dapat, jantungnya yang sebiji hampir lepas. Dosa apa Nurbaya? Begitu pekat siksa dia rasakan siksa yang menyengat.
"Saya bukan Siti Pak, tapi Nurbaya,"
Kata Nurbaya pada Pak Satpam sekolahnya yang memanggilnya.
"Sini kau, kau dapat surat ini dari pemuda gagah nan tampan, idola yang sudah diciptakan Tuhan,"
Nurbaya menelan ludah, sekali, dua kali, dan ketiga kalinya dia baru bisa bernafas, "dari mana gerangan su-suratnya Pak?"
"Baca kau sendiri,"
Nurbaya langsung mengambil selembar kertas itu, surat cinta warna ungu, berbungkus kertas coklat dan sejuta rasa penasaran. Nurbaya membukanya pelan, lalu membacanya; "pada titik peluh dan rasa kantuk, berteman dzikir yang terdengar nyinyir dari toa Mushola sebelah rumah, aku beranikan menulis surat ini, untukmu Nurbaya, untukmu yang cantikmu biasa saja, untukmu yang kulitmu biasa saja, untukmu yang kesempurnaan jauh dari kenyataan, tapi semua itu membuat aku sadar, kamu lengkap, kamu layak untuk didampingin mendapat bahagia..."
"Eh Siti, masuk kau ke dalam kelas," belum selesai Nurbaya membaca suratnya, Pak Satpam menegur Nurbaya.
"Ah Pak Satpam, saya bukan Siti tapi Nurbaya," dengan terpaksa Nurabaya melipat surat dengan tergesa, kemudian dia berlalu.
--BERSAMBUNG--
keren banget ...pertama baca ngakak gue haha ,lucu dan konyol siti siti tapi nurbaya ,mana lnjutannya mas ....lagi seru2NYA ... BERSAMBUNG
BalasHapuskeren bgt cerpennya, bikin saya nyengir sendiri di kantor. terimakasih karna cerpennya sudah menghilangkan bete di pagi yg menyebalkan ini . hikshiks
BalasHapusSeru ka cerpennya, ditunggu kelanjutannya yah ka
BalasHapusPada ahirnya nikah sama Datuk maringgih ya si siti nurbaya karena si ayah siti gak bisa bayar hutang,aduh sedih banget sih mas.
BalasHapus