Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
Oleh: Endik Koeswoyo
Kemunculannya ketika sedang gelisah "Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug...."
Itulah suara hatinya, ketika malam benar-benar datang dia tidak muncul lagi, tidak ada lagi Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug.....
“Kenapa kamu diam saja?” Alimin menunduk lesu melihat kekasihna yang terdiam membisu pula.
“Entahlah, hatiku selalu Selalu Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....jika aku di dekatmu," sahutnya sesaat kemudian.
“Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug.... gimana maksudnya?” lanjut Alimin sembari menatapnya penuh kasih.
“Ya Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug..... Kalau Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug.... ya tetep Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug...." sahutnya manja, malu-malu tai ayam.
Malam semakin manjalar, ada yang aneh dengan obrolan itu. Tidak seperti biasanya, yang penuh dengan canda dan tawa. Sepasang kekasih itu memilih untuk tetap dia, pada sudut taman kota Malioboro. Hanya detak Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug...yang terasa di hati mereka masing-masing.
“Gimana kalau kita putus saja,” ucap gadis dengan pelan.
“Apa? Putus? Tidak! Tidak!” Alimin berdiri.
“Kenapa? Apa jantungmu juga Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....?" gadis itu membetulkan kepang rambutnya.
Alimin terdiam.
Pengamen kecil menyodorkan tangan lusuhnya dengan melas, setelah menyanyikan lagunya Mbah Surip. Alimin merogoh kantongnya, menyodorkan selembar uang 200 perak, “kita kemana malam ini?” lanjut Alimin.
“Makan gudeg saja, menghilangkan Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....ini!" gadis itu berdiri.
Alimin menggandeng tangannya dengan mesra. Mereka berjalan pelan, lalu melambaikan tangan kea rah sebuah taksi.
Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
Mashi nada yang sama, nada-nada gelisah.
“Kita jadi putus?” kata Alimin sesaat kemudian setelah meletakkan gudeg cekernya.
“Baiklah, kita putus!” sahut gadsi itu dengan tesrenyum.
Berakhirlah hubungan kedua manusia itu. Enrah karena apa, tidak ada keributan, tidak ada isak tangis. Biasa-biasa saja.
***
Sebulan setelah Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....itu, Alimin makan gudg di tempat yang sama, depan Shapir. Gudeg batas kota. Kini di sampingnya bukan lagi gadis yang suka mengepang rambutnya, tapi sorang gadis super seksi yang memakai baju minim, seperti kebanyakan remaja jaman sekarang. Angin bebas membelai hampir semua tubuhnya. Baju tanpa lengan, rok super mini. Dan itu sebenarnya tidak layak untuk di lihat public, alih-alih tukang parker itu juga melotot ketika gadis seksdi duduk lesehan.
Mata-mata menatap tajam, Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug..., jantung Alimin dengan kencang terbakar cemburu.
“Say! Kita putus saja!” ucap Alimin yang sering kali maraj ketika kekasih barunya selalu memakai baju minim di tempat umum.
“Apa? Putus? Tidak! Tidak!” Gadis seksi itu berdiri.
“Ya, aku tidak tahan! Semua mata melotot kepadasmu! Ingin menjamahmu! Kita putus saja, aku mau jadi homo! Biar ndak cemburu terus!”
“Apa? Putus? Tidak! Tidak!” Gadis itu mengambil piring, memukul kepala Alimin sekeras-kerasnya, belum puas, gelas berisi es jeruk juka di hantamkan ke kepala Alimin.
“Aduh! Aduh! Aduh!” Alimin hanya bisa mengaduh dengan memegangi kepalanya yang bocor dan mencoba menghindar.
Tidak cukup puas dengan itu semua, gadis seksi yang cantik namun tidak layak pandang itu semakin kesurupan saja. Piring orang yang sedang makan di sebelahnya direbut dengan paksa dan di pukulkan kea rah kepala Alimin yang sudah bocor sejak pukulan pertama. Pengunjung bubar, gaduh tak terkendali.
Yang tadinya enak-enak makan menjadi gelisah Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....bingung mau ngapain. Hanya jantung mereka yang Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
Alimin juga tersu menghindar, hingga sebuah piring penuh nasi sekali lagi menghantam kepalanya. “Brak!”
Alimin terjengkang, tidak bergerak. Dia terjatuh dan kepalanya yang pusing berdarah itu menghantam trotoar jalan.
Gadis itu diam, puas sudah rasanya.
Tukang parkir, masih dengan sesekali melirik gadis seksi itu mendekati Alimin yang diam trbujur lemas.
“Mati Kang?” tanya seorang ibu yang kini berani mendekat.
“Masih ada! Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....Jantungnya masih Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....” sahut tukang parkir.
Gadis itu lalu berlalu, berjalan entah kemana. Mungkin menjual diri. Dalam amarhnya yang memuncak, jantungnya berdetak Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
***
Sebulan setelah peristiwa itu
Di perempatan dkat Gudeg batas Kota.
"Koran! Koran! KR! KR! Seorang gadis seksi tewas mengenaskan! Di perkosa 4 orang kakek-kakek! Koran-Koran! KR! KR! 4 Orang kakek perkosa gadis cantik! Koran-koran!" dadanya Dag Dig dug... leleh berjalan hilir mudik....Bolak-balik...
Oleh: Endik Koeswoyo
Kemunculannya ketika sedang gelisah "Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug...."
Itulah suara hatinya, ketika malam benar-benar datang dia tidak muncul lagi, tidak ada lagi Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug.....
“Kenapa kamu diam saja?” Alimin menunduk lesu melihat kekasihna yang terdiam membisu pula.
“Entahlah, hatiku selalu Selalu Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....jika aku di dekatmu," sahutnya sesaat kemudian.
“Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug.... gimana maksudnya?” lanjut Alimin sembari menatapnya penuh kasih.
“Ya Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug..... Kalau Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug.... ya tetep Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug...." sahutnya manja, malu-malu tai ayam.
Malam semakin manjalar, ada yang aneh dengan obrolan itu. Tidak seperti biasanya, yang penuh dengan canda dan tawa. Sepasang kekasih itu memilih untuk tetap dia, pada sudut taman kota Malioboro. Hanya detak Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug...yang terasa di hati mereka masing-masing.
“Gimana kalau kita putus saja,” ucap gadis dengan pelan.
“Apa? Putus? Tidak! Tidak!” Alimin berdiri.
“Kenapa? Apa jantungmu juga Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....?" gadis itu membetulkan kepang rambutnya.
Alimin terdiam.
Pengamen kecil menyodorkan tangan lusuhnya dengan melas, setelah menyanyikan lagunya Mbah Surip. Alimin merogoh kantongnya, menyodorkan selembar uang 200 perak, “kita kemana malam ini?” lanjut Alimin.
“Makan gudeg saja, menghilangkan Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....ini!" gadis itu berdiri.
Alimin menggandeng tangannya dengan mesra. Mereka berjalan pelan, lalu melambaikan tangan kea rah sebuah taksi.
Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
Mashi nada yang sama, nada-nada gelisah.
“Kita jadi putus?” kata Alimin sesaat kemudian setelah meletakkan gudeg cekernya.
“Baiklah, kita putus!” sahut gadsi itu dengan tesrenyum.
Berakhirlah hubungan kedua manusia itu. Enrah karena apa, tidak ada keributan, tidak ada isak tangis. Biasa-biasa saja.
***
Sebulan setelah Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....itu, Alimin makan gudg di tempat yang sama, depan Shapir. Gudeg batas kota. Kini di sampingnya bukan lagi gadis yang suka mengepang rambutnya, tapi sorang gadis super seksi yang memakai baju minim, seperti kebanyakan remaja jaman sekarang. Angin bebas membelai hampir semua tubuhnya. Baju tanpa lengan, rok super mini. Dan itu sebenarnya tidak layak untuk di lihat public, alih-alih tukang parker itu juga melotot ketika gadis seksdi duduk lesehan.
Mata-mata menatap tajam, Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug..., jantung Alimin dengan kencang terbakar cemburu.
“Say! Kita putus saja!” ucap Alimin yang sering kali maraj ketika kekasih barunya selalu memakai baju minim di tempat umum.
“Apa? Putus? Tidak! Tidak!” Gadis seksi itu berdiri.
“Ya, aku tidak tahan! Semua mata melotot kepadasmu! Ingin menjamahmu! Kita putus saja, aku mau jadi homo! Biar ndak cemburu terus!”
“Apa? Putus? Tidak! Tidak!” Gadis itu mengambil piring, memukul kepala Alimin sekeras-kerasnya, belum puas, gelas berisi es jeruk juka di hantamkan ke kepala Alimin.
“Aduh! Aduh! Aduh!” Alimin hanya bisa mengaduh dengan memegangi kepalanya yang bocor dan mencoba menghindar.
Tidak cukup puas dengan itu semua, gadis seksi yang cantik namun tidak layak pandang itu semakin kesurupan saja. Piring orang yang sedang makan di sebelahnya direbut dengan paksa dan di pukulkan kea rah kepala Alimin yang sudah bocor sejak pukulan pertama. Pengunjung bubar, gaduh tak terkendali.
Yang tadinya enak-enak makan menjadi gelisah Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....bingung mau ngapain. Hanya jantung mereka yang Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
Alimin juga tersu menghindar, hingga sebuah piring penuh nasi sekali lagi menghantam kepalanya. “Brak!”
Alimin terjengkang, tidak bergerak. Dia terjatuh dan kepalanya yang pusing berdarah itu menghantam trotoar jalan.
Gadis itu diam, puas sudah rasanya.
Tukang parkir, masih dengan sesekali melirik gadis seksi itu mendekati Alimin yang diam trbujur lemas.
“Mati Kang?” tanya seorang ibu yang kini berani mendekat.
“Masih ada! Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....Jantungnya masih Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....” sahut tukang parkir.
Gadis itu lalu berlalu, berjalan entah kemana. Mungkin menjual diri. Dalam amarhnya yang memuncak, jantungnya berdetak Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug....
***
Sebulan setelah peristiwa itu
Di perempatan dkat Gudeg batas Kota.
"Koran! Koran! KR! KR! Seorang gadis seksi tewas mengenaskan! Di perkosa 4 orang kakek-kakek! Koran-Koran! KR! KR! 4 Orang kakek perkosa gadis cantik! Koran-koran!" dadanya Dag Dig dug... leleh berjalan hilir mudik....Bolak-balik...
Posting Komentar untuk "Dag Dig Dug...Dag Dig...Dug...."
Terimakasih Sudah Bersedia Membaca, tuliskan komentar anda dan saya akan berkunjung ke blog anda...