Aku Kamu dan Dia

Aku Kamu dan Dia
Oleh: Endik Koeswoyo


Ya…aku sadar diriku memang tidak yang seperti engkau inginkan. Tapi ketahauilah bahwa aku juga masih punya perasaan. Aku juga sama dengan lelaki lainnya, ingin di hargai, ingin di sayang walau aku aku terkadang belum bisa mencurahkan kasih sayang, atau karena rasa sayang yang aku berikan tidak kau rasakan dengan tulus?

Dalam diri manusia ternyata tersimpan dua kekuatan besar! Kekuatan itu berupa pikiran positive dan pikiran negative. Pikiran positive adalah kekuatan yang mengarahkan kita kepada hal-hal positive, kita akan berprasangka baik, berbuat baik dan menjadi lebih baik lagi. Sementara pikiran negative akan mengarahkan kita kepada tindakan-tindakan negative, berpikiran negative, perilaku negative dan tentunya menjadi negative. Sebenarnya kita bisa menentukan pikiran mana yang akan menjadi kekuatan terkuat dalam otak kita!

Dan…
Sejak aku membaca sms itu, pikiran negative menjalar tanpa henti di otakku, terus merajuk, menusuk hingga ketulang sumsumku yang paling kecil.

“Sejak pertemuan kita yang pertama dulu, mas sudah merasakan ada getar-getar yang tidak bisa mas sembunyikan…” (Ah itu rayuan gombal semasa aku masih duduk di bangku kelas 5 SD)

“Mas ingin Tyas menjadi istri mas…..”

“Kita bukan Mukrim, kita masih boleh menikah secara agama…” (Tolol sekali! Dia itu adik tirimu! Jangan gunakan agama demi kepentingan nafsumu Bung! Secara agama OK-lah dia bukan Mukrim...secara Sosial? Bapakmu menikahi ibunya belum genap 4 Bulan! Tolol!) gumanku dalam hati.

“Mungkin Allah telah memberikan jawaban atas doa-doa Mas selama ini dengan mengirimkan kamu….” (Seharusnya kamu berdoa dan mengoreksi diri kenapa istrimu meninggalkanmu dan anakmu yang masih kecil itu! Bukan berpikir untuk menikahi gadis yang adalah adikmu)

“Ini tentang masa depan…sebaiknya kamu bicarakan dengan Ibu…” (Goblok! Ibu mana yang mengijinkan anak gadisnya di persunting kakak tiri yang statusnya masih punya istri dan punya anak?)

Sederet rayuan itu membuat jiwaku berontak! Apalagi semenjak beberapa bulan lalu, ketika ibumu menikah lagi, aku tidak pernah di ijinkan untuk datang ke rumahmu! lagi Aku tidak lagi dianggap dan aku dianggap tidak tidak ada! Dan aku bersabar, berusaha mengerti semua keadaan yang tekadii ini. Muntab –Kata orang jawa-. Aku benar-benar tidak bisa menerima. Pikiran negative benar-benar merasuk. Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak bisa mengubah paradigma negative itu untuk menjadi positive sedikitpun. Belum lagi pikiranku tentang pekerjaan membuat aku menjadi begitu limbung! Dan aku melupakan semua, karena aku tidak ingin dikuasi pikiran negative itu. Kuhapus pelan-pelan, detik demi detik, menit demi menit dan pudar sudah pikiran itu sebelum seminggu. Ok. Mungkin dia adalah pria normal sepertiku, walau seharusnya, sebagai seorang Dosen cara pandang dan pemikirannya akan jauh berbeda dengan seniman sepertiku. Ok! Ok! Hapus! Hapus! Hapus! Pikiran negative itu aku hapus.

Hari minggu, pikiranku gelisah! Aku tau kamu sekarang sedang berbincang dengannya di ruang tamu, di dapur atau di teras seperti apa yang dulu sering kita lakukan ketika aku berada di rumahmu. Aku tau kamu membuatkan dia secangkir kopi! Anjing! Aku di sini menunggu dengan gelisah!

Pukul 4 Sore, masih di hari Minggu yang sama aku mandi, bersiap menjemputmu seperti biasa di halte Trans Jogja. 5:30 kamu belum muncul, 18:00 belum ada kabar, HP mati tidak bisa di hubungi.

“Kenapa kamu ndak pinjam HP orang yang duduk di bangku sebelahmu? Bangku belakang? Depan? Samping? Masak satu Bus ga ada yang punya HP?” gumanku gelisah saat itu.

Pukul 19:00 tidak ada jawaban ketika aku telpon ke Ibu di Kebumen. Tidak di angkat! Aku sms tidak di bales! Kulanjutkan menunggu untuk kesekian lamanya, di antara gerimis dan gelisah yang semakin menjadi-jadi. 20:12 panggilan masuk.

“Pi Jemput di apotek!” hanya kata itu yang aku ingat.

Darahku mendidih! Perih! Mengalir kesegala penjuru nadi-nadi ini. Kupacu motor tua kesayanganku dengan kecepatan tinggi walau mesin-mesinnnya sudah merintih menahan panas yang menjalar hingga ke ubun-ubunku juga. Aku diam, penantianku berjam-jam dalam kecemasan itu kamu bayar dengan senyum manismu di balik baju terusan seksi tanpa lengan berwarna pink yang kau beli bersamaku dulu.

Aku diam tidak bicara!

“Pi…nanti aku certain!” kamu berucap tanpa ada rasa bersalah.

“Naik!” hardiku ketus.

Tidak ada pembicaraan. Aku marah sekali. Sesaat kemudian kita sudah sampai di depan kost. Setelah kamu turun aku langsung pergi. Tanpa pamit!

“Papi maaf! Kamu marah ya?” sebaik kalimat itu aku baca dengan penuh emosi.

“Kamu dengan pakain seksi serperti berdua satu mobil dengan Mas Edi?” balasku singkat.

“Maaf, Maaf, Maaf, Maaf!” entah berapa kali kata itu terucap. Tapi aku mengatakan TIDAK!

“Kalau semua demi Ibumu kenapa kamu tidak turun di tengah jalan lalu naik bus saja?”

Dia pria yang katanya sudah 2 tahun di tinggal istrinya, dia punya nafsu? Dia manusia biasa! Kalau setan menutup hatinya? Dia memperkosamu? Dia merabamu? Ah…lagi-lagi pikiran negative itu menjadi raja dalam otakku. Betapa tidak, jarak tempuh 3 jam bukanlah waktu yang singkat. Kalin bicara apa saja di dalam mobil? Kalian ngapain aja? Rayuannya pastilah mampu meluluhkan hatimu.

Berhari hari aku tidak menyapamu! Tidak brbicara denganmu! Aku kecewa setengah mati bahkan kecewaku sudah pada level 97, di mana 3 point lagi game over. Beberapa hari kemudian, aku berusaha membuang semua itu, karena aku sayang sama kamu.

Tapi kamu berubah! Sifatmu, perilakumu, dan cara bicaramu ke aku semua berubah! Kasih sayangmu, senyummu! Semua berubah. Sayang aku tau itu. Hampir setiap saat kamu sms-an sama dia. Aku tau. Aku diam bukan berarti aku buta. Aku tau. Hingga pada satu titik aku mengirim pesan; “aku tidak suka kamu sms-an sama Edi” tidak ada respon, karena kamu sedang berdua denganya? Tumben kamu pulang telat terus beberapa hari ini? Ada apa?

Tidak ada yang aneh! Aku menjadi labil dan sering kali hanya mampu menatapmu dengan pandangan kosong. Aku semakin kecewa. Kubuka ponsel kecil milikmu, aku membaca semua sms yang ada.

Nera: “Love You To… besok libur kie, piy jeng?”
Nera1: “Kok udah of? Mas juga udah of neh…met bobok ya.”
Aku diam.

Beberapa hari kemudian.
Kembali aku baca sms- di ponselmu.
Rika: “Kabar baik, kamu lagi di mana?”
Rika1: “Kabar Mas Baik. Lagi sama Bapak sama Ibu. Tyas sudah makan?”

Anjing! Anjing! Anjing! Tega nian kau membodohiku? Tega nian kau membohongiku? Aku seperti menjadi orang paling goblok di dunia ini. Dan terimakasih kamu tidak sms-an sama Mas Edi lagi, terimakasih sekali lagi sayang! Walau kamu menipuku dengan cara tolol! Mengganti namanya begitu saja? Hahahhahaha….Jika cinta sudah tidak bisa di bina! Sabaiknya di-binasakan saja! Kenapa kamu repot-repot harus berdusta? Dan menjadikan aku sebagai pria yang tolol seperti itu?

Tadi malam…
“Pi beliin baju Melati Untuk Marvel!”
AKu diam, memandangmu dengan senyum kecut. Dan hatiku berkata, maaf ya sayang aku tidak punya uang saat ini. Aku tulus mengatakan itu, tapi dalam hati.

Sesaat kemudian, “Pi Harga laptop berapa ya?”
Lagi-lagi aku hanya menunduk lesu, aku belum bisa membelikan itu sayang, kamu sabar ya. Aku tidak menyesal dan tidak pernah menyesal kenapa aku harus terlahir miskin! Allah Maha Adil. Selalu ada hikmah di balik sebuah kisah kehidupan.

Sesaat kemudian, “Aku mau belajar nyetir mobil ah!”

“Memang punya mobil?” tanyaku singkat.

“Enggak!” kamu menjawab tanpa menatapku.

Aku tau sayang, yang punya Mobil Mas Edy, kakak tirimu yang mengajakmu menikah seminggu yang lalu. Kalau kamu minta dia mengajarimu nyetir mobil pasti dengan senang hati dia akan mengajarimu. Silahkan! Tapi ‘kok yo kebangeten’! Aku juga masih punya perasaan sama seperti dirimu……..(Aku hanya bisa melantunkan bait singkat lagunya Hamdan ATT)…Hari ini kamu pulang, dan lagi kamu akan bertemu dengannya. Dan lagi kamu akan berdandan paling cantik dan membuatkannya kopi dan lagi kamu akan berbicara dengannya di teras, meja makan dapur ruang tengah dan ruang tamu. Besok pagi, aku yakin kamu akan pagi-pagi di ajak Sholat berjamaah dan sebelumnya kamu telah menyeduhkan kopi untuknya. Aku? Sudah lebih setahun tidak pernah kau buatkan secangkir kopi di pagi hari….Tapi selalu ingat ucapanku ‘Jika engkau ingin aku mencintaimu, cintailah aku! Jika kamu ingin aku menyayangimu sayangilah aku! Jika engkau menyakitiku maka aku …

Catatan: Cerpen ini hanyalah kisah fiktif belaka, jika ada nama, tempat dan kejadian yang kebetulan sama itu hanya sebuah kebetulan belaka.










Endik Koeswoyo
Endik Koeswoyo Scriptwriter. Freelance Writer. Indonesian Author. Novel. Buku. Skenario. Film. Tv Program. Blogger. Vlogger. Farmer

Posting Komentar untuk "Aku Kamu dan Dia"


Endik Koeswoyo

SimpleWordPress

 

SimpleWordPress