ANALISA FILM DI DIGITAL BELUM MENDAPAT SENSOR DALAM KONTEK PEMBANGUNAN NASIONAL

UNIVERSITAS BUNG KARNO
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK



TUGAS
ANALISA FILM DI DIGITAL BELUM MENDAPAT SENSOR
DALAM KONTEK PEMBANGUNAN NASIONAL

Disusun Oleh:
Endik Kuswoyo - NIM: 1201130057

Konsentrasi: Ilmu Politik
Semester : 7

Untuk Memenuhi Tugas:
Mata Kuliah: STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL
Dosen: HARYO KSATRIO UTOMO, M.Si

Program Studi Ilmu Politik
Jakarta
2016





BAB I
PENDAHALUAN

A.    Latar Belakang

A.1 Pengertian film secara umum
Film merupakan karya seni berupa rangkaian gambar hidup yang diputar sehingga menghasilkan sebuah ilusi gambar bergerak yang disajikan sebagai bentuk hiburan. Ilusi dari rangkaian gambar tersebut menghasilkan gerakan kontinyu berupa video. Film sering disebut juga sebagai movie atau moving picture. Film merupakan bentuk seni modern dan populer yang dibuat untuk kepentingan bisnis dan hiburan. Pembuatan film kini sudah menjadi sebuah industri populer di seluruh dunia, dimana film film layar lebar selalu dinantikan kehadirannya di bioskop bioskop.
Film dibuat dengan dua cara utama. Yang pertama melalui teknik pemotretan dan perekaman melalui kamera film. Cara ini dilakukan dengan dengan memotret gambar atau objek. Yang kedua menggunakan teknik animasi tradisional. Cara ini dilakukan melalui animasi grafis komputer atau teknik CGI. Keduanya juga bisa dikombinasikan dengan teknik dan visual efek lainnya. Pembuatan film biasanya memakan waktu yang relatif lama. Selain itu juga memerlukan job desk masing-masing, mulai dari sutradara, produser, editor, wardrobe, visual effect dan lain-lain. 
Sedangkan para pemain yang berperan dalam film disebut sebagai aktor (pria) atau aktris (wanita). Selain itu juga ada istilah aktor figuran yang digunakan sebagai pemeran pembantu dengan peran sedikit dalam film. Hal ini berbeda dari aktor utama yang memiliki peran lebih besar dan lebih banyak. Menjadi aktor dan aktris harus dituntut memiliki bakat akting yang baik, yang sesuai dengan tema film yang ia bintangi. Dalam beberapa adegan tertentu, peran aktor bisa digantikan oleh pemeran pengganti atau disebut stuntman. Keberadaan stuntman penting untuk menggantikan aktor melakukan adegan-adegan yang sulit dan ekstrem, yang biasa dijumpai di film-film aksi laga.
Film juga bisa digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu dari si pembuat film. Beberapa industri juga menggunakan film untuk menyampaikan dan merepresentasikan simbol dan budaya mereka. Pembuatan film juga merupakan bentuk ekspresi, pemikiran, ide, konsep, perasaan dan suasana hati seorang manusia yang divisualisasikan dalam film. Film sendiri kebanyakan merupakan cerita fiksi, meski ada juga yang berdasarkan fakta kisah nyata atau based on a true story. 
Ada juga film dokumenter yang gambarnya diambil secara asli dan nyata, atau film biografi yang menceritakan kisah seorang tokoh. Ada banyak genre genre film yang populer lainnya, mulai dari film action, film horor, film komedi, film romantis, film fantasi, film thriller, film drama, film science fiction, film crime, film dokumenter dan lain-lain.

A.2 Pengertian digital

Media digital merupakan bentuk media elektronik yang menyimpan data dalam wujud digital, bukan analog. Pengertian dari media digital dapat mengacu kepada aspek teknis (misalnya harddisk sebagai media penyimpan digital) dan aspek transmisi (misalnya jaringan komputer untuk penyebaran informasi digital), namun dapat juga mengacu kepada produk akhirnya seperti video digital, audio digital, tanda tangan digital serta seni digital.
Pada bahasan kali ini digital merujuk kepada media internet sebagai pusat data kajian untuk dianalisa. Sebagaimana media internet menjadi salah satu media yang sangat mudah diakses oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Sehinga mendia digital internet ini saat ini menjadi media yang paling banyak di gunakan.


B.    Tujuan 

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman, setiap film dan iklan film yang akan diedarkan wajib memperoleh surat tanda lulus dari Lembaga Sensor Film. Film bioskop disensor ulang jika tayang di televisi, begitu pula jika diputar diinternet.

C.     Rumusan Masalah

Ø  Apakah film yang bereredar di internet bisa disensor?
Ø  Apakah perlu dilakukan sensor terhadapat film yang ada di internet?
Ø  Apakah ada hubungannya film digital dengan pembangunan nasional?





BAB II
PEMBAHASAN 


A.    PEREDARAN FILM

Semua film yang beredar di media Bioskop atau televisi sudah pasti mendapatkan tanda lulus dari Lembaga Sensor Film, akan tetapi perederan film di internet seperti tidak bisa dibatasi, karena internet sudah menjadi media publik yang bisa diakses dan di miliki oleh siapa saja. Jika ada film yang di uplod di youtube atau internet maka film-film sebenarnya sudah mendapat sensor dari LSF jika memang film itu pernah beredar di bioskop atau televsi.
Perederan film di media digital biasanya dilakukan sekelompok orang, atau pribadi perorangan yang ingin mendapatkan untung dari film-film yang mereka edarkan. Jika perusahaan tertentu yang menguploud film atau iklan atau video biasanya sudah ada tanda lulus sensor. Tetapi pertanyaannya bagaimana dengan film yang dari luar? Karena ada perbedaan Lebaga Sensor Film di Indonesia dan di negara lain. Hal ini akan menimbulkan kerancuan dan kesulitan jika film yang ada di media gigital harus mendapatkan surat lulus sensor. Karena mendapatkan Surat Lulus Sensor bukan satu hal yang mudah dan tetntunya tidak gratis.
Perkembangan teknologi internet, membuat media film menjadi begitu mudah ditampilan secara streaming, dengan kemudahan teknologi yang ada dan bisa diakses secara luas, hal ini berbanding terbalik dengan kemampuan Lembasa Sensor Film. Mereka tidak akan bisa dan tidak akan mampu menyensor film yang tayang di media digital, di karenakan internet adalah media global, walaupun di Indonesia sema film digital, ataupun dikenakan sangsi khusus jika melanggar, akan tetapi kita tidak akan mampu membendung masuknya media lain dar luar negeri.
Menurut penulis, media digital tidak bisa dibendung dengan aturan-aturan khusus, media digital menjadi media tanpa batas yang hanya bisa dibatasi oleh kesadaran diri masing-masing penggunanya, baik itu pemilik film, distribusi, penikmat semua harus menyadarkan diri masing-masing, bagaimana mengambil baik dan buruknya.
Mengingat akan kepentingan pembangunan secara nasional, film digital erat kaitannya dengan proses pembangunan nasional, baik itu pembangunan materiil dan pembangunan yang bersifat non materiil, seperti pembangunan karakter dan watak serta aklak bangsa khususnya generasi muda. Jika film-film yang beredera di internet tidak bisa disensor maka tayangan yang ada adalah semua tanyangan tanpa mengenal batas-batas usia sehingga semua orang bebas mengases film apa saja. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pola piker Bangsa Indonesia secara umum. Apalagi generasi muda, atau anak-anak biasanya cenderung meniru apa yang mereka lihat, mereka dengar dan mereka cermati.

























BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
           

Dengan adanya media digital kontrol dan pengawasan orang tua terhadapap akses internet harus lebih ditingkatkan. Dikarenakan semau yang diinternet bisa dengan mudah dipelajari dan di utak-atik oleh penguna internet itu sendiri. Bahkan ketika situs-sistus tertentu di blokir pemerintah, dapat dengan mudah, dalam hitungan menit situs-situs itu di buka atau diakses oleh pengguna internet.
Munculnya era digital, membuat semua film bisa ditonton secara streaming dana pa saja bisa kita dapatkan di internet itu. Dengan begitu, tidak perlu Lembaga Sensor Film melakukan sensor terhadapat film digital, akan tetapi Lembaga Sensor Film bisa melakukan sensor terhadap film-film yang diproduksi dan yang akan didistribusikan. Sensor yang sudah ada selama ini sudah cukup menjadi media penyaring awal, mungkin yang perlu dilakukan adalah melakukan peningkatan kerja ketika melakukan penyensoran, di mana hal-hal dirasa perlu disensor, disensor dengan lebih teliti dan lebih jeli.
Secara umum, peredaran film digital yang beredar di Indonesia atau di bioskop dan teleisi semau sudah mendapatkan sensor, hanya saja ada beberapa kriteria sensor, untuk anak-anak, untuk remaja dan untuk dewasa atau untuk semua umur. Sementara film-film itu sendiri terbagi dalam beberapa kategori diatas, sehingga tidak mudah untuk menentukan mana yang bisa beredar di internet, karena pengguna internet adalah semua umur.











DAFTAR PUSTAKA
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2000
Rapar, J.H. Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001
Frans Magnis Suseno, Etika Politik; Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001
Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta,1996.
Rahayu, Minto. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa. Jakarta: Grasindo, 2007.
W. F. Wertheim. Indonesian Society in Transision: A Study of Social Change, 1956.
Hutahuruk, M. Gelora Nasional Indonesia. Jakarta : Erlangga, 1984.
Effendy, Heru. Mari Membuat Film. Jakarta. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2014.
Effendy, Heru. Mengawal Industri Film Indonesia. Jakarta. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2014.
Nugroho, Garin & Herlina S. Dyna. Krisis dan Paradok Film Indonesia. Penerbit Buku Kompas, 2015.






Endik Koeswoyo
Endik Koeswoyo Scriptwriter. Freelance Writer. Indonesian Author. Novel. Buku. Skenario. Film. Tv Program. Blogger. Vlogger. Farmer

Posting Komentar untuk "ANALISA FILM DI DIGITAL BELUM MENDAPAT SENSOR DALAM KONTEK PEMBANGUNAN NASIONAL"


Endik Koeswoyo

SimpleWordPress

 

SimpleWordPress