5 Menit di ATM BNI Samarinda


5 menit di ATM BNI Samarinda

#BuktiCinta

Aku menghambur secepat kilat dari Mobil Strada merah yang aku parkir tiba-tiba di tepi Jl. Juanda Samarinda. Hujan rintik-rintik membuatku begitu takut akan hujan yang tentunya akan membasahi rambutku yang baru saja aku Bonding di salon kesayanganku. Oh ya, ngomong-ngomong soal Strada Merah, mobil itu milik Kakakku yang lagi entah kemana? Kusamber aja, karena aku emmang suka mobil itu, keren, gagah kayak kuda poni. Misthubisi L200 itu mobil kakakku dari kantor, maklum kakaku salah satu petinggi tambang batu bara di kota ini. Ganteng kalo kakakku yang memakainya kala pagi. Keren, sampe-sampe kalo dia bukan kakakku aku akan mengucapkan I Lope You Bang! Tapi dia kakaku dan aku sering menciumnya karena dia emang keren, pendiam dan suka senyum, walau banyak yang bilang dia biasa aja, ga cakep-cakep banget, tapi senyumnnya itu lochhhh! Ya ampyun tuhan…bikin keblinger, bikin ngiler saking kangennya kalo seminggu aja ga liat senyum itu. Sayang seribu sayang dia kakaku, dan satu lagi, dia cukup unik dan menarik, kadang diem, kadang bawelnya minta keramas!
Kembali ke hujan gerimis dan ATM BNI.

Aku harus beli baju baru, di distro yang namanya kalo ga salah Orin, ga jauh dari ATM BNI depan Swalayan Pelangi ini. Aku harus ambil uang karena distro di sini tak ada yang bisa gesek, jadi harus ambil uang banyak-banyak biar bisa beli baju yang kemarin sudah aku incer-incer pake keker. Aku berlari secepat kilat, walau ga pake nyambar-nyambar. Ampyun, ujan-ujan gini masih ada pada ngantri ambil uang. “Dasar!” Gumanku sembari melanjutkan langkahku mencari sudut paling aman. Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima! Haduh ada lima orang didepanku, mana sempit lagi tempatnya. Aduh nasib.
Aku menunduk, melihat kearah kakiku yang mengenakan sandal merek ternama yang dibelikan Papi waktu di Singapura sebulan yang lalu, kotor deh kena lumpur dan air hujan. Tapi ga apa, nanti sampe rumah biar disikat sama Bi Inem.

‘Deg’ Jantungku terhenti sesaat, bahkan beberapa saat. Di hadapanku, ya, di hadapanku tiba-tiba muncul seorang lelaki muda, rompi parasitnya, ada penutup kepala pelindung hujan. Di dadanya tersangkut sebuah tas besar yang seharusnya itu naruhnya di punggung. Ah… siapa lagi ini manusia? Cuek bebek, senyumpun tidak, menatapkupun tidak, dia malah menatap lurus kedepan, tepat kearah roda Stradaku yang aku ceritakan tadi. Dasar cowok bego! He, lihat sini, yang punya di sini. Bilang cinta padaku, aku kasih deh jiwa ragaku ke kamu plus nanti tak pinjemin mobil kakakku itu. “Gila!” gerutuku sendiri dengan suara hatiku yang tiba-tiba. Bagaimana aku tak gila, itu pemuda manis, aku tak mau mengatakan ganteng, karena lebih gantengan Nikolas Saputra, Ariel juga lebih ganteng tapi sebelum aku mendownload Videonya yang dengan Luna Maya dan Cut Tari. Seteleh mendownload video itu, aku meresa Ariel jadi jelek. Cemburu kali ya, kenapa bukan aku saja yang jadi aktor wanitanya. Eh belum selesai tuh Luna Maya dan Cut Tari, seorang teman di Manado kirim link download Ariel VS BCL…. Hufff….. Jadi jelek deh Ariel, gantengan mas yang ini. Cool Coy! Sumpah, pria segede ini dengan pedenya nyedot sekotak susu coklat, lucunya lagi merknya Ultra Milk, enak Susu Bendera Mas! Dodol! Guman hatiku untuk kesekian kalinya. Sayang ini cowok tak mau melihat kearahku, padahal kalau dia melirik saja ketubuhku, pasti deh ga mau lepas. Rok mini ini aku pakai untuk dilihat pahanya Mas! Bukan untuk makan nyamuk pahaku ini. Dasar cowok bego! Umpatku sekali lagi. Ah sudahlah, antrian tinggal seorang lagi. Tapi aku masih menyempatkan diri untuk melihatnya lebih lama, lumayan, cool dan pasti orang ini menyenangkan. Satu yang aku belum mengerti, kok dia suka susu kotak itu ya? Aneh, itu kanminuman anak-anak. Adikku yang sd aja malu minum itu, eh dia dengan cueknya menikmati.

“Mbak,” sapa pria itu tiba-tiba.

Gubrak! Malu!Malu! Aku Maluuuuuu! “eh iya mas!” sahutku gagab sambil buru-buru masuk ke ruang ATM BNI itu. Gila, menunggu, satu hal yang paling aku benci menjadi begitu cepat kali ini. Menunggu diantara gerimis mala mini menjadi begitu hangat dengan keunikan pria itu. Menunggu membuatku menjadi malu. Aku belum mengeluarkan dompetku, aku mengintipnya dari dalam bilik ATM ini, sekilas dia tersenyum tadi. Oh My Gooooood! Seyum kakakku lewat!

“Ya Tuhan! Ya Tuhan! Ya Tuhan!” ucapku sembari memasukkan kartu ATM.
Kuambil uang sejuta, bercermin sejenak, merapikan rambut, lalu aku buru-buru keluar. Pria itu belum pindah posisi, tatapan matanya masih menuju arah yang sama. Roda Mobilku.

“Silahkan Mas,” ucapku sembari melempar senyum paling manis.

Dia mengangguk, lalu tersenyum padaku. Manis nian. Aku mengamatinya hingga dia menghilang dibalik pintu dan terlihat bayangannya saja samar-samar. Aku tak ingin beranjak, aku ingin menunggunya, lalu mengajaknya kenalan. Itu kalau aku tak punya rasa malu.

***
Hujan tiba-tiba saja turun, kutup kepalaku dengan kerudung rompi parasit yang baru aku beli kemarin. Aku terdiam sejenak di depan Swalayan pelangi. Kuambil sekotk susu Ultra Milk yang barusan aku beli, lalu aku menikmatinya. Alhamdulilah, nikmat sekali susu ini. Tubuhku begitu letih, seharin ini berjalan ngalor-ngidul untuk mengurusi event di kota ini. Sudah hamper dua minggu aku disini, sendiri tanpa teman, kehujanan dan tentunya malariaku kambuh. Menggigil kedinginan, hingga tulang belulang dan isi perut. Tapi takapalah, aku harus bekerja keras, aku ingin segera menikah.

Aku melangkah agak cepat menuju ke ATM BNI yang ada di depan Swalayan. Ngantri, satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Ya enam orang yang ngantri, satu orang yang menjadi tumpuan pandanganku, tak berkedip aku dibuatnya. Bening, cantik, wangi aroma tubuhnya tercium khas dari jarak 2 meter. Anak siapa gerangan itu? Sibuk dia mengamati kaki yang juga aku amati, astagfirrullah…. Ku gigit sedotan susu ini untuk menahan semua rasa yang ada di hati. “Dasar pria” aku mengalihkan pandangan, mengamati roda mobil Strada L200 yang aku impikan sejak dulu. Bagus, keren dan menyenangkan tentunya. Tapi tak apalah jika kini aku belum memilikinya, toh aku sudah punya Corona TT 81 yang sangat keren itu. Sesekali aku masih menyempatkan diri melirik kearah gadis itu sembari menikmati wangi tubuhnya.

Aku tersenyum dalam hati, ingat kata-kata sahabatku di Jogja. “Gadis Samarinda cantik-cantik loch, apalagi yang asli Dayak, Luna Maya? Lewat Bro! Tapi awas jangan main-main! Tak bisa pulang kau ke Jogja!” sekali lagi aku tsernyum mendengar kalimat itu dua minggu yang lalu.
Antrian telah berlalu, aku mendongak, melihat kearahnya. Ya ampun, memang cantik. Tapi bengong saja! “Mbak!” aku menyapanya, bermaksud member tau kalau antrian sudah sampai padanya. Tanpa senyum dia buru-buru masuk ke bilik ATM BNI. Aku manrik nafas panjang-panjang. Kalau saja aku tidak punya pacar! Sudah langsung kususul dia ke bilik ATM. Aku bisa pinjam HP, Bolpoin, atau aku bisa pinjam Obeng sebagai alasan. Aku menghembuskan nafas panjang sekali lagi, lalu kembali mengamati roda mobil Strada itu. Membuang semua pikiran mesum di hati.
“Silahkan Mas,” ucapnya sembari melempar senyum paling manis.

Aku mengangguk, lalu tersenyum padanya. Manis nian. Aku mengamatinya sejenak lalu berpaling masuk ke bilik ATM BNI. Mengambil uang, lalu keluar. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, berharap dia masih ada disekitarku. Ah sudah menghilang dia. Kembali kusedot pelan sisa susu yang ada di kotak kecil ini, aku melangkah menembus gerimis. Masih sempat sekali kulemparkan pandangan pada modil Strada merah yang masih terparkir di tempat yang sama. Kuambil BB kesangan hadiah dari kekasihku tercinta. “Klik!” ku ambil sedikit bagian depan mobil itu. Lalu aku pulang ke Wisma di mana aku menginap malam ini.



Salam Budaya:Endik KoeswoyoJl. Swadaya 604 Yogyakarta.email: endik_penulis@yahoo.comPhone: 0817 323 345Mari Mencintai Indonesia Apa AdanyaMANFAATKAN BLOG ANDA DENGAN MENGIKUTI KUMPUL BLOGER
Endik Koeswoyo
Endik Koeswoyo Scriptwriter. Freelance Writer. Indonesian Author. Novel. Buku. Skenario. Film. Tv Program. Blogger. Vlogger. Farmer

Posting Komentar untuk "5 Menit di ATM BNI Samarinda"


Endik Koeswoyo

SimpleWordPress

 

SimpleWordPress