MIMPUMU KEPAGIAN

Mimpimu Kepagian…


Oleh Endik Koeswoyo



Aku benar-benar tidak menyangka gadis itu akan datang lagi. Akan tersenyum lagi padaku, akan tertawa lagi padaku. Dalam hati kecilku ada sedikit kebencian atau sesuatu yang mengganjal bila aku melihat senyumnya...
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?”
“Tran…sudah berapa kali aku bilang tentang semua itu padamu? Aku pernah melihatmu sebelum kita kenal!’’
“Sebaiknya aku memperkenalkan diriku lagi padamu, namaku Betran Andrianno, umur delapan belas tahun, suku jawa dengan kulit agak hitam!”
“Pleace dong Tran, aku serius?”
“Apanya yang serius, aku bosan dengan ucapanmu itu. Mau De javu, mimpi atau apalah itu namanya. Aku tidak percaya! Yang jelas itu bukan aku, aku tidak merasakan hal yang sama denganmu.”
“Kenapa kamu tidak mau mengakuinya, aku yakin kamu mengalimi hal yang sama sama!”
“Ah…itu hanya mimpimu yang kepagian!”
Aku memilih meninggalkanya dan melangkah keluar dari kantin. Menikmati sebatang rokok yang kuhisap dengan cara-sembunyi-sembunyi. Benar-benar aneh, aku bisa bertemu dengan Clara setelah sekian tahun. Mungkin sudah empat tahun aku tidak pernah melihat batang hidungnya.



* * *


Dulu saat aku kelas tiga SLTP, aku memang marasa ada yang aneh saat kami pertama kali berkenalan. Seprtinya memang aku pernah melihatnya sebelumnya. Aku mungkin orang pertama yang tersenyum padanya saat gadis kecil itu memperkenalkan dirinya di depan kelas. Sebelum lulus Clara sudah pindah sekolah, maklum Ayahnya seorang pejabat pemerintah yang harus berpindah-pindah.
Sebenarnya aku meyukai keluguannya, hanya yang aku sayangkan adalah keinginannya. Ingin banyak teman seakan adalah ambisi terbesarnya. Tapi aku benar-benar tidak suka kalau dia memaksa aku untuk menerima pendapatnya. Kalau kami pernah bertemu dengannya. Sumpah aku tidak pernah bertemu dengan Clara sebelum itu, apalagi saat kutanya tentang daerah asalnya yang dari Surabaya. Seumur hidupku aku beleum pernah menginjakkan kaki di Kota pahlawan itu. Jangankan kesana, batas antara Jawa Timur dan Jawa Tengah saja, aku belum pernah lihat.
Dia seakan sering mendekatiku, mengejar-ngejar aku. Padahal aku ini siapa? Ganteng enggak, kaya juga enggak, Aku juga bukan orang romatis. Aku kaku dan egos saat berhadapan dengan seorang gadis, ada semacam ketakutan tersendiri yang selalu mengganjal di hatiku.
Aku masih ingat, saat itu aku sedang duduk-duduk di kantin sendiri. Tiba-tiba saja Clara menghampiriku.
“Clara,” gadis itu tersenyum dan mengulurkan tangan lembutnya.
“Betran,” tentu saja aku cepat-cepat menyambut uluran tangan itu.
Dia memandangku lama sekali, aku juga melakukan hal sama. Mengingat wajah yang serupa dengannya. Sepertinya aku juga pernah mengenalnya sebelum itu. Aneh.
“Sepertinya kita pernah ketemu deh!”
“Dimana?” ucapku sedikit tergagap.
“Entah, tapi wajahmu tidak asing lagi.”
“Mungkin aku mirip dengan seseorang, tetanggamu, temanmu atau mungkin juga artis, ha…ha…”
Mata bening itu tidak pernah lepas mengamati wajahku. Mungkin dengan tatapan matanya yang menyidik itulah aku jadi tidak begitu suka padanya. Seakan dia ingin masuk kedalam tubuhku dan mengoyak-ngoyak isi hatiku.
“Tran…apa kamu oercaya tentang De Javu?”
‘Aduh, apa lagi itu? Aku baru kali ini mendengar tentang kata yang aneh itu. Atau barangkali aku yang terlalu kuper ya?’
“Tidak!” jawabku sekenanya dan tidak ingin menanyakan De Javu itu apa?
“Kenapa?”
“Karena setiap orang mendevinisikan De Javu itu dengan macam-macam pendapat. Kalau kamu mengartikannya apa?’’
Sebenarnya aku menjawab itu, agar dia mau mengatakan padaku tentang apa itu De Javu. Nggak mungkin bangetkan aku menanyakannya secara langsung. LAgian aku tidak mau dia menyebutku kuper secara langsung.
“De Javu itu menurutku adalah sebuah pengalaman seperti mimpi tapi bukan mimpi, seperti aku pernah melihatmu tapi aku lupa diamana dan kapan.”
“Oh…jadi menurutmu seperti itu? Aku lebih menganggap De Javu itu sama saja dengan mimpi, dan biasanya orang jawa mengatakannya cenayang. Pernah melihat sesuatu tapi tidak tau itu siapa dan apa?”
“Jadi kamu percaya?”
“Tidak, karena De Javu dan Mimpi tidaklah jauh beda. Sama-sama terjadi tanpa sadar, tanpa kita sadari.”
Entah dari mana aku bisa ber-asumsi seperti itu. Aku tetap kokoh dengan jawabanku yang pertama. Tidak percaya. Setidaknya dengan pancinganku tadi dia mau mengatakan tentang De Javu, sekali lagi, entah itu benar atau tidak aku juga tidak tau.
“Tapi aku pernah melihatmu sebelumnya, wajahmu tidak asing buat aku!”
“Emangnya kamu orangmana?”
“Surabaya, baru kali ini Papa dinas ke Jogja. Kamu?”
“Ha…ha…aku asli sini, belum pernah ke Surabayaatau wilayah lain di jawa timur. Apa kamu pernah ke Jogja sebelumnya?”
“Belum, aku baru datang kemarin dan langsung masuk sekolah ini!”
“Nah…itu artinya kita belum pernah ketemu.”
“Tapi aku yakin kalau itu kamu!”
“Itu urusanmu, aku juga tidak akan mara bila kamu mengatakan kalau kita sering bertemu. Tapi yang jelas aku tidak percaya kalau kita bertemu hanya dalam bayangan.”
Sejak obrolan pertama itu aku sedikit menjauh darinya. Ada sesuatu yang terpendam di hatinya, entah itu apa. Saat itu aku merasa kalau belum begitu dewsa, aku masih remaja kecil dengan ceala diatas lutut warna biru. Kesan angkuh selalu saja aku hadirkan pada Clara bila dia mendekat padaku. Aku akan menjauhinya, aku tidak begitu suka ada seorang gadis yang menurutku bertingkah aneh. Terlalu mempercayai mistik.


* * *

Aku benar-benar tidak menyangka gadis itu akan datang lagi. Akan tersenyum lagi padaku, akan tertawa lagi padaku. Dalam hati kecilku ada sedikit kebencian atau sesuatu yang mengganjal bila aku melihat senyumnya...
*SEKIAN*
Endik Koeswoyo
Endik Koeswoyo Scriptwriter. Freelance Writer. Indonesian Author. Novel. Buku. Skenario. Film. Tv Program. Blogger. Vlogger. Farmer

Posting Komentar untuk "MIMPUMU KEPAGIAN"


Endik Koeswoyo

SimpleWordPress

 

SimpleWordPress